Beginilah Rumah Rasulullah dan Konsep Islam tentang Rumah Idaman

Seperti apa, sih, hunian idaman itu? Apakah harus besar dengan perabot yang mewah? Adakah aturan Islam mengenai hal ini?
Dalam buku The Other Side of Paradise digambarkan rumah Rasulullah saw yang dibangun saat beliau hijrah ke Madinah. Rumah itu dibangun di atas tanah keluarga Bani Najjar. Dahulu, tanah tersebut merupakan tempat mengeringkan kurma dan kuburan orang-orang musyrik. Rasulullah saw setuju tinggal di sana dengan syarat kuburan telah dipindahkan.
Rumah Rasulullah berdinding bata yang terbuat dari campuran tanah liat dengan serat gandum kering. Terdapat courtyardyang luas dan beranda menghadap utara dan selatan. Kamar Rasulullah beratap pelepah kurma, seluas 23 meter persegi dengan tinggi plafon 2,7-3,6 meter. Banyak kamarnya satu hingga sembilan, sesuai jumlah istri beliau.
“Empat perkara yang merupakan kebahagiaan, yaitu istri yang shalihah, rumah yang luas, tetangga yang baik, dan kendaraan yang enak dinaiki. Dan empat perkara yang merupakan kesengsaraan adalah tetangga yang jelek, istri yang buruk akhlaknya, rumah yang sempit, dan kendaraan yang tidak enak dinaiki,” (HR Ath-Thabrani dan Imam Ahmad).
Dari hadits di atas Rasulullah saw menganjurkan umat Islam untuk memiliki hunian yang luas. Namun Ustadz Budi Ashari Lc, Direktur Lembaga Cahaya Siroh, memaknai hunian luas dalam hadits ini tidak hanya dari aspek fisik, tapi juga upaya untuk mengamalkan nilai-nilai dalam ajaran Islam.
“Memiliki rumah bukan hanya masalah fisik (luas atau tidak luas), tapi nyaman atau tidak. Dan setiap keluarga Muslim harus berupaya memilikinya,” kata lulusan Fakultas Hadits dan Studi Islam, Universitas Islam Madinah ini.
Sebagai agama yang sempurna, Islam memiliki konsep ideal dalam semua sisi kehidupan manusia, termasuk tuntunan membangun arsitektur Islami. Dalam buku The Grand Tradition of Islamic Architecture disebutkan bahwa arsitektur Islami adalah seni atau ilmu dalam merancang bangunan dengan berlandaskan Al-Qur’an dan hadits Rasulullah saw. Lalu bagaimana merancang rumah kita agar termasuk dalam arsitektur Islami?
Hindarkan Dari Kesyirikan
Menurut Ustadz Budi, hal pertama yang harus diperhatikan dalam membangun hunian Islami adalah menjauhi syirik dalam proses perencanaan, pembuatan dan pemilihan barang pengisi rumah. Kini tak jarang kita temui teman atau saudara kita memilih sebuah lokasi dengan feng shui atau keyakinan bahwa dengan posisi tertentu hunian akan mendatangkan keberuntungan. Juga sejumlah aktivitas tolak bala yang tak ada tuntunannya dalam Islam. Termasuk pemilihan hiasan hunian berupa patung yang sebetulnya dilarang Islam.

Islam juga mengajarkan agar orangtua memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan saat mereka telah memasuki usia baligh. Ajaran lainnya, meminta anggota keluarga untuk mengetuk pintu kamar orangtua saat ingin masuk di tiga waktu, yakni setelah Isya, sebelum subuh dan siang hari (QS An-Nur [24]: 58). Artinya, menurut  penggagas metode parentingnabawiyah ini, hunian Islami minimal memiliki empat kamar, yakni untuk orangtua, anak laki-laki, anak perempuan, dan tamu.
Ada pula larangan menjadikan rumah sebagai kuburan. Dari Ibnu Umar, Nabi Muhammad saw bersabda, “Jadikanlah rumah-rumah kalian sebagai tempat shalat, dan jangan jadikan kuburan,” (Hadits Muttafaq‘alaih). Tempat tinggal yang penghuninya tidak pernah membaca ayat Al-Qur’an, dijelaskan dalam hadits lain, bahkan diibaratkan seperti kuburan.
Konsep Hunian Dalam Peradaban Islam
Ardy Arsyad, ST, MEngSc Dr Eng, dosen Universitas Hasanuddin yang aktif melakukan kajian peradaban Islam, mengemukakan empat konsep arsitektur Islam. Pertama, tauhid. Kedua, menjadi sarana untuk mengingat Allah dalam keadaan berbaring, duduk dan berdiri (QS Ali Imran [3]: 191). Ketiga, penggambaran surga (QS Al-Baqarah [2]: 82 dan Ar-Rahman [55]: 46-47). Keempat, konsep cahaya sebagai simbol spiritualitas.

Dalam kajiannya mengenai arsitektur Islam, Ardy menemukan bahwa secara umum konsep hunian dalam peradaban Islam memiliki banyak kamar, dilengkapi ruang tamu, taman, dan courtyard atau ruang luas dan terbuka di dalam hunian. Kebutuhan kamar tentu menyesuaikan dengan jumlah anggota keluarga di hunian. Islam juga memberikan tuntunan untuk memuliakan tamu, salah satu bentuknya menyediakan ruang untuk mereka.
“Sedangkan courtyard dan taman di dalam rumah, selain berfungsi untuk pertukaran udara dan pencahayaan alami, juga menjadi arena rekreasi yang memungkinkan anak-anak dan remaja Muslimah bermain tanpa harus memakai hijab. Juga sebagai sarana berkontemplasi atau bercengkerama dengan alam,” tutur doktor di bidang teknik sipil ini.
Dalam mendesain hunian, tambah Ardy, Islam juga mengatur tentang silaturrahim atau keharusan menjaga hubungan dengan lingkungan dan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, idealnya, hunian keluarga Muslim memiliki ruangan khusus untuk menerima tamu pada hari raya dan acara keluarga. Namun, perlu diperhatikan pembagian ruangan untuk tamu laki-laki dan perempuan agar tidak bercampur baur. Serta desain ruangan yang melindungi penghuni Muslimah dari terlihatnya aurat mereka.
Rumahku, Surgaku
Arti dari ungkapan ini, menurut Ustadz Budi, anjuran agar keluarga Muslim menjadikan rumahnya sebagai miniatur surga. Surga digambarkan dalam  Al-Qur’an sebagai tempat yang indah, tenang dan nyaman. Tidak ada suara yang terdengar di dalamnya kecuali pujian kepada Allah dan kebaikan.

Bagaimana membangun surga di rumah? Kuncinya adalah kemauan manusia untuk mengikuti semua aturan Allah, terutama di rumah. Jika keluarga dibangun dengan tujuan taat pada Allah, rumah diisi dengan aktivitas ibadah dan semua penghuni menjalankan aturan Islam dengan sebaik-baiknya, suasana surga yang tenteram, kata ayah tiga anak ini, akan kita rasakan di rumah. “Ingat, tujuan orang beriman dalam membangun hunian itu agar berkumpul di surga-Nya,” pungkas Ustadz Budi.





Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel