Hukum Menikahi Wanita Yang Sudah Tidak Perawan
Sabtu, 06 Juli 2019
Ada dua kategori wanita yang tidak perawan, yaitu karena berstatus janda atau pernah berzina. Yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah makna yang kedua.
Secara eksplisit ayat ini jelas menyatakan larangan menikah dengan wanita yang pernah berzina.
Artinya: "Seorang lelaki pezina tidak boleh menikah kecuali dengan wanita pezina atau wanita musyrik. Seorang wanita pezina tidak boleh menikah kecuali dengan lelaki pezina atau lelaki musyrik. Hal itu diharamkan bagi seorang mukmin."
Merujuk pada firman Allah dalam QS An-Nur 24:3 yang menyatakan: “Seorang lelaki pezina tidak boleh menikah kecuali dengan wanita pezina atau wanita musyrik. Seorang wanita pezina tidak boleh menikah kecuali dengan lelaki pezina atau lelaki musyrik. Hal itu diharamkan bagi seorang mukmin.”
Bagaimana penjelasan mengenai hukum menikahi wanita yang sudah tidak perawan sebab pernah berzina?
Ada dua pendapat dalam hal ini:
1. Haram, kecuali setelah bertobat.
Maka, menikahi wanita pezina yang sudah bertobat hukumnya boleh.[1]
Haramnya menikahi perempuan atau lelaki pezina itu berdasarkan pada dzahir dan keumuman firman Allah dalam QS An Nur 24:3
ﺍﻟﺰﺍﻧﻲ ﻻ ﻳﻨﻜﺢ ﺇﻻ ﺯﺍﻧﻴﺔ ﺃﻭ ﻣﺸﺮﻛﺔ ﻭﺍﻟﺰﺍﻧﻴﺔ ﻻ ﻳﻨﻜﺤﻬﺎ ﺇﻻ ﺯﺍﻥ ﺃﻭ ﻣﺸﺮﻙ ﻭﺣﺮﻡ ﺫﻟﻚ ﻋﻠﻲ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ
Artinya: "Seorang lelaki pezina tidak boleh menikah kecuali dengan wanita pezina atau wanita musyrik. Seorang wanita pezina tidak boleh menikah kecuali dengan lelaki pezina atau lelaki musyrik. Hal itu diharamkan bagi seorang mukmin."
2. Boleh dan sah nikahnya.
Ini pendapat Imam Syafi’i dalam kitab Al Umm[2].
Imam Syafi’i berbeda pendapat dalam menafsiri surat An Nur 24:13 di atas. Menurut Syafi’i, ayat di atas memiliki konteks khusus.
Selain itu, ada pendapat yang menyatakan bahwa ayat di atas sudah di-naskh (diganti) oleh ayat lain.
Pendapat Syafi’i ini diperkuat dengan sebuah hadits di mana salah seorang mengeluh pada Nabi karena istrinya genit (baca, suka selingkuh).
Nabi menjawab: “Ceraikan.” Orang itu berkata: “Tapi saya masih mencintainya.” Jawab Nabi: “Kalau begitu, jangan cerai dia.”
Kata Syafi’i, seandainya haram menikahi wanita pezina, niscaya Sahabat tadi akan disuruh menceraikan istrinya yang selingkuh itu.
Teks asli hadits tersebut demikian:
ﺃﺗﻰ ﺭﺟﻞ ﺇﻟﻰ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ [ ﺹ : 13 ] ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻘﺎﻝ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻥ ﻟﻲ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﻻ ﺗﺮﺩ ﻳﺪ ﻻﻣﺲ ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻄﻠﻘﻬﺎ ﻗﺎﻝ ﺇﻧﻲ ﺃﺣﺒﻬﺎ ﻗﺎﻝ ﻓﺄﻣﺴﻜﻬﺎ ﺇﺫﺍ
Pendapat Syafi’i disetujui oleh Al Bishri dalam Al Hawi al-Kabir[2]
Dalam Al-Majmuk, Imam Nawawi mengatakan:
( ﻓﺮﻉ ) ﻭﺇﻥ ﺯﻧﻰ ﺭﺟﻞ ﺑﺰﻭﺟﺔ ﺭﺟﻞ ﻟﻢ ﻳﻨﻔﺴﺦ ﻧﻜﺎﺣﻬﺎ، ﻭﺑﻪ ﻗﺎﻝ ﻋﺎﻣﺔ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ، ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻠﻰ ﺑﻦ ﺃﺑﻰ ﻃﺎﻟﺐ : ﻳﻨﻔﺴﺦ ﻧﻜﺎﺣﻬﺎ ﻭﺑﻪ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺤﺴﻦ ﺍﻟﺒﺼﺮﻱ . ﺩﻟﻴﻠﻨﺎ ﺣﺪﻳﺚ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﻓﻲ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺍﻟﺬﻯ ﻗﺎﻝ ﻟﻠﻨﺒﻰ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : ﺇﻥ ﺍﻣﺮﺃﺗﻲ ﻻ ﺗﺮﺩ ﻳﺪ ﻻﻣﺲ )
Artinya: "Apabila seorang lelaki berzina dengan istri orang lain, maka nikah perempuan itu tidak rusak (tidak batal). Ini pendapat kebanyakan ulama. Ali bin Abi Talib berkata: nikahnya rusak (batal) pendapat ini diikuti Al-Hasan Al-Bishri. Dalil kita adalah hadits Ibnu Abbas di mana seorang laki-laki yang istrinya berzina diberi pilihan oleh Nabi untuk mentalak atau tidak."
Menurut Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir hlm. III/273 yang dimaksud kata ‘yankihu’ dalam QS An-Nur ayat 3 di atas bermakna ‘melakukan hubungan zina’. Bukan menikah.
Jadi, ayat tersebut berupa kalimat berita, bukan larangan, bahwa: “pria pezina akan melakukan hubungan zina dengan wanita pezina.”
Teks Arab dari penjelasan Ibnu Katsir sbb:
ﻫﺬﺍ ﺧﺒﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺑﺄﻥ ﺍﻟﺰﺍﻧﻲ ﻻ ﻳﻄﺄ ﺇﻻ ﺯﺍﻧﻴﺔ ﺃﻭ ﻣﺸﺮﻛﺔ، ﺃﻱ : ﻻ ﻳﻄﺎﻭﻋﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺮﺍﺩﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﺰﻧﺎ ﺇﻻ ﺯﺍﻧﻴﺔ ﻋﺎﺻﻴﺔ، ﺃﻭ ﻣﺸﺮﻛﺔ ﻻ ﺗﺮﻯ ﺣﺮﻣﺔ ﺫﻟﻚ، ﻭﻛﺬﻟﻚ ( ﺍﻟﺰﺍﻧﻴﺔ ﻻ ﻳﻨﻜﺤﻬﺎ ﺇﻻ ﺯﺍﻥ ) ﺃﻱ : ﻋﺎﺹ ﺑﺰﻧﺎﻩ، ( ﺃﻭ ﻣﺸﺮﻙ ) ﻻ ﻳﻌﺘﻘﺪ ﺗﺤﺮﻳﻤﻪ
KESIMPULAN
Hukum menikahi wanita yang pernah berzina adalah sah dan boleh. Asalkan wanita itu sudah bertaubat.
Namun, Rasulullah mengingatkan bahwa menikah bukan hanya persoalan hukum atau cinta saja.
Menikah hendaknya bertujuan untuk membentuk keluarga sakinah mawaddah warahmah (tenang, harmonis dan penuh sayang) serta untuk membentuk keturunan generasi muda muslim yang salih dan berkualitas.
Untuk itu, dalam sebuah hadits yang lain, Nabi menyerukan seorang muslim atau muslimah agar dalam menikahi seseorang hendaknya menjadikan kesalihan sebagai faktor pertimbangan prioritas. Bukan karena faktor kecantikan atau kekayaan.[3]
"Wanita dinikahi karena (salah satu dari) empat faktor: hartanya, status sosialnya, cantinya, agamanya. Maka carilah perempuan salihah, niscaya kamu akan beruntung."
Sumber: fiqhmenjawab.net