Dijodohkan Ibunya, Putrinya Dipaksa Ibu Menikahi Pria Terjelek di Kampung, Satu Tahun Kemudian Putrinya Baru Mengizinkan Suaminya Naik R4nj4ng, Tapi Malam Itu..
Selasa, 02 Juli 2019
Dijodohkan Orang Tua Tidak Selalu Salah. Bagi sebagian orang masalah perjodohan sudah dianggap hal yang kuno. Mereka menganggap, ini sudah bukan jamannya lagi harus mengikuti keinginan orangtua untuk memilih jodoh. Orangtua kita selalu mempertimbangkan bibit, bebet, bobot dalam urusan pasangan kita.
Dijodohkan Ibunya, Putrinya Dipaksa Ibu Menikahi Pria Terjelek di Kampung, Satu Tahun Kemudian Putrinya Baru Mengizinkan Suaminya Naik R4nj4ng, Tapi Malam Itu..
Kadang pilihan kita sendiri juga agaknya bertolak belakang dengan pilihan mereka. Orangtua mana yang tidak suka bila melihat anaknya kelak dapat mengarungi rumah tangga yang rukun dan bahagia. Seperti yang dialami wanita bernama Xian Ji.
Ia dijodohkan dengan seroang pria yang dianggap terjelek di kampungnya, bahkan mengaku tidak berhubungan int*m selama satu tahun. Meskipun mereka sudah dikat dengan tali pernikahan. Namun, suatu kejadian membuatnya Xian tersadar. Betapa beruntungnya ia dipilihkan seorang pria pilihan orangtuanya. Berikut cerita selengkapnya.
Di usiaku yang ke 24, aku pergi ke kota untuk bekerja dan baru mulai berpacaran dengan seorang cowok. Tapi tiba-tiba di akhir tahun waktu aku bersiap-siap pulang kampung mencari orangtuaku. Mama meneleponku dan membuatku terdiam seribu bahasa.
Kakak perempuanku berkata, “Papa sudah menyiapkan pernikahan sederhana di kampung, tanggal 23 tahun baru nanti kamu menikah. Aku jawab, “Siapa?!.. Sembarangan..” Tapi kakakku hanya berkata, “Kamu pulang juga nanti tahu siapa..” Karena aku baru berpacaran, aku bilang pada kakakku.
“Kalau gak jelas, aku gak mau pulang, lagian aku udah punya pacar sekarang..” siapa sangka kakakku hanya bilang, “Cepet-cepetlah putus kalau gitu..”
Saking takutnya mama kalau aku gak pulang ke kampung, mama sengaja minta kakakku datang dari luar kota untuk pulang bersama aku. Sesampainya di rumah, aku melihat ada uang 50 juta di atas meja, saat itu aku tiba-tiba merasa, aku dijual. Mama datang menjelaskan padaku, “Kamu juga tahu, kamu punya adik yang gak bisa apa-apa, kakakmu udah menikah dan pindah jauh di luar kota”
“Kami ingin kamu menikah dengan orang sekampung, mungkin mama sedikit egois, tapi mama sama sekali gak bermaksud jahat”
“Aku dan papamu sudah tua, kalau kami meninggal, adikmu bagaimana? Lagipula, selama ini kami di rumah, Li Xan sering datang bantu mama di rumah.” Aku langsung teriak, “Aku gak cinta dia maaa…!!”
Li Xan dalah cowok yang sangat jelek, kayaknya gak ada orang yang lebih jelek dari dia untuk cowok seusianya. Mulutnya besar, rambutnya sedikit botak, lebih besar 5 tahun dariku. Tingginya tidak lebih dari 160cm, aku mana mungkin nikah sama cowok macam gini. Ini sama aja kayak suruh aku mati, aku pun bersikeras gak mau. Mama melihatku seperti ini, sampai waktu malam sebelum tidur, aku mendengar suara keras dari kamar mama.
Ternyata mamaku memotong pergelangan tangannya dan bunuh diri. Kami langsung membawanya ke klinik terdekat. Setelah berhasil di selamatkan, aku juga tidak sanggup berkata apa-apa lagi. Tanggal 23 bulan pertama di tahun baru, aku pun menikah dengan Li Xan.
Malam itu, aku langsung masuk ke kamar, Li Xan menapaku dari depan kamar, “Mira, udah tidur?” Aku gak jawab, aku menutup mulut rapat-rapat, menggulung tubuhku di bawah selimut sambil menangis, siapa yang melihat betapa menderitanya diriku sekarang.
Keesokan harinya, aku baru tahu ternyata Li Xan tidur di lantai dan hanya beralaskan satu lembar kain tebal saja. Dia kemudian bertanya, “Kamu lapar gak? Aku ada beli sarapan buat kamu.” Aku duduk di sofa dan gak bicara, aku lihat Jono, memikirkan mau menghabiskan sisa hidupku bersamanya bikin aku pusing.
Aku menangis, melihatku menangis Li Xan jadi kebingungan, “Apa aku salah? Aku salah dimana? Kalau aku salah kamu boleh pukul aku” kemudian dia mengeluarkan sebuah alas sepatu dan bilang kalau ibunya memukulnya dengan alas ini kalau dia salah.
Aku menangis sampai tidak ada tenaga lagi, “Kamu tidur di bawah sini?” aku tanya dia sambil makan sarapanku. Dia bilang, “Udah biasa, tenang aja.” Aku tiba-tiba merasa kasihan sekali, tahun ini dia sudah hampir 30 tahun. Dia gak bodoh, cuman lebih polos dan tampang memang pas-pasan, tapi untuk yang lainnya, dia cukup oke. Orangtuanya sudah lama bingung karena dia belum menikah.
Di kampung udah tidak ada lagi gadis yang bisa dikenalkan dengannya. Aku tanya dia, “Kamu pakai cara apa sampai mamaku berjanji untuk menikahkan aku sama kamu?” Dia menjawabnya dengan santai, “Gak ada apa-apa, mama kamu tanya, apa aku rela buat jaga adik ipar, ya adik kamu itu, seumur hidup juga, aku ngangguk. Gitu aja.”
Malam itu, dia tetap tidur di bawah, tapi walaupun begitu, dia tetap tidur dengan sangat lelap. Kayaknya gak ada yang bisa ganggu dia tidur. Kami menjalani hidup seperti ini selama setengah tahun, kemudian mamaku bertanya, “Si Li Xan apa gak bisa punya anak gitu ya? Kenapa segitu lama sampe sekarang kamu belum hamil? Aku cuma menjawab, “gak apa mam, ga perlu buru-buru juga..”
Mama bahkan mau bawa aku dan Li Xan ke dokter untuk cek kesuburan, untung aku tolak. Aku sempat berpikir untuk tidur seranjang dengannya. Tapi kalau aku kebayang giginya yang kuning itu, aku langsung kecewa dan gak berani bayangin lagi.
Tahun berikutnya, kalau musim hujan, kampung ini dingin banget. Waktu itu hujan turun satu minggu berturut-turut. Selama beberapa hari ini, aku bahkan gak perlu turun dari ranjang, dari bangun aku nonton tv. Li Xan yang bawain sarapan, makan siang dan makan malam, selesai aku makan, dia yang bereskan semuanya. Sampai malam itu hujan berhenti.
Kemudian LiXan berkata, “aku bawa kamu pergi ke sebuah tempat!”. Aku gak mau pergi, tapi Li Xan kemudian melanjutkan, “Aku gendong kamu kesana.” Kemudian Li Xan bawa aku ke taman tua. Dia memintaku duduk di kursi taman dan menutup mata. “Nanti aku bilang satu dua tiga, kamu baru buka mata ya!” Aku bilang,”Kamu ini ngapain sih?”
Tapi detik berikutnya dia udah bilang satu-dua-tiga… “Coba liat di depan mata kamu!” Aku melihat sederetan balon warna-warni, setiap warna digambar dengan ekspresi yang berbeda-beda, di atasnya ada tulisan, “Aku cinta kamu, aku mau menghabiskan hidupku bersamamu.”
Aku kemudian terdiam, aku melihat Li Xan yang tersenyum malu di pinggir sana. Aku hanya menjawab, “Kamu ini ngapain sih?” Li Xanbilang, “Aku gak pernah ke kota, seumur hidup aku tinggal di kampung”
“Aku lihat banyak hal romantis di TV, tapi aku gak bisa kaluin semuanya. Aku mikir banyak, tapi layang-layang yang aku kasih kamu”
“Kamu bahkan gak melihatnya sama sekali, aku kasih bunga sama kamu, kamu juga langsung buang. Aku cuman kepikiran hal ini aja, aku lihat di TV juga gitu kok.. Hehehe..”
Itulah pertama kali aku merasa sangat tersentuh dan terharu, walaupun cuman beberapa buah balon. Tapi aku merasakan kalau dia mencintai aku. Malam itu, aku mencari layang-layang yang dulu dia kasih, aku bilang sama Jono, “Coba kamu perbaiki, nanti kalau cuaca cerah kita bisa main layangan..” Li Xan langsung kaget, “Ah! Aku benerin sekarang juga…” Aku tertawa, “Kamu ini, sekarang itu waktunya tidur tau..”
Sejak hari itu, aku dan Li Xan tidur satu ranjang.. Demi hari ini, dia sudah berjuang selama hampir satu tahun. 2 tahun setelah itu, kami berdua pergi ke kota untuk bekerja dan menabung sedikit uang selama setahun, sampai tahun berikutnya kami pulang ke kam
Tapi detik berikutnya dia udah bilang satu-dua-tiga… “Coba liat di depan mata kamu!” Aku melihat sederetan balon warna-warni, setiap warna digambar dengan ekspresi yang berbeda-beda, di atasnya ada tulisan, “Aku cinta kamu, aku mau menghabiskan hidupku bersamamu.”
Aku kemudian terdiam, aku melihat Li Xan yang tersenyum malu di pinggir sana. Aku hanya menjawab, “Kamu ini ngapain sih?” Li Xanbilang, “Aku gak pernah ke kota, seumur hidup aku tinggal di kampung”
“Aku lihat banyak hal romantis di TV, tapi aku gak bisa kaluin semuanya. Aku mikir banyak, tapi layang-layang yang aku kasih kamu”
“Kamu bahkan gak melihatnya sama sekali, aku kasih bunga sama kamu, kamu juga langsung buang. Aku cuman kepikiran hal ini aja, aku lihat di TV juga gitu kok.. Hehehe..”
Itulah pertama kali aku merasa sangat tersentuh dan terharu, walaupun cuman beberapa buah balon. Tapi aku merasakan kalau dia mencintai aku. Malam itu, aku mencari layang-layang yang dulu dia kasih, aku bilang sama Jono, “Coba kamu perbaiki, nanti kalau cuaca cerah kita bisa main layangan..” Li Xan langsung kaget, “Ah! Aku benerin sekarang juga…” Aku tertawa, “Kamu ini, sekarang itu waktunya tidur tau..”
Sejak hari itu, aku dan Li Xan tidur satu ranjang.. Demi hari ini, dia sudah berjuang selama hampir satu tahun. 2 tahun setelah itu, kami berdua pergi ke kota untuk bekerja dan menabung sedikit uang selama setahun, sampai tahun berikutnya kami pulang ke kampung dan membangun rumah kami.
Tidak lama setelah itu aku hamil dan melahirkan anak laki-laki pertamaku. Setelah anakku lahir, Li Xan kembali ke kota untuk bekerja, sedangkan aku di kampung untuk menjaga anak. Tahun berikutnya, Li Xan pulang dan bilang kalau dia mau punya anak kedua lagi. Inilah hidupku sekarang, aku sangat baik dan sangat bahagia.