Beda Agama, Ayah Ini Tetap Biayai Anaknya Belajar Islam di Pesantren Papua
Selasa, 05 Maret 2019
Perbedaan agama dan kepercayaan kerap sekali menjadi perdebatan sensitif yang tak kunjung ada habisnya.
Tak jarang perbedaan tersebut sampai mengakibatkan bentrok bahkan menimbulkan korban nyawa melayang.
Namun kisah keharmonisan cinta dan kasih sayang seorang ayah dari Papua ini, harusnya bisa membantah bahwa perbedaan agama dan kepercayaan adalah pemicu perdebatan dan konflik antar penganutnya. Karena oleh agama apapun, perpecahan dan perkelahian memang tidak pernah dibenarkan.
Kisah ini diceritakan oleh Abdul Wahab, salah seorang pemuda yang saat ini sedang menjalani pengabdian di Papua, sebagai salah seorang pengajar agama.
Ia menceritakan di tempat tinggalnya saat ini. Ada sebuah potret keharmonisan yang luar biasa, antara orangtua dan anak yang berbeda agama dan keyakinan.
Anak kecil tersebut ialah Rudi, seorang bocah kecil yang memilih untuk memeluk agama Islam, padahal ayah Rudi merupakan umat beragama Kristen.
Kendati berbeda keyakinan, ayah Rudi tak mempermasalahkannya, ia tetap menyayangi anaknya sebagaimana mestinya seorang ayah menyayangi anaknya.
“Meski beda agama keharmonisan anak dan orangtua di Papua ini tidak sedikitpun menimbulkan sebuah masalah dalam kehidupan sehari,”ujar Wahab menceritakan kisah tersebut di akun sosial medianya, seperti dikutip brilio.net, Senin (18/4).
Tak hanya diperbolehkan memeluk agama yang berlainan dengan ayahnya, bahkan Rudi juga diizinkan oleh ayahnya untuk menimba ilmu agama Islam di Pondok Pesantren Al Payage, salah satu pondok pesantren di tanah Papua.
Tentu saja potret seperti ini jelas menohok orang-orang yang selalu menyebar fitnah dan perpecahan atas nama agama.
Kisah ini sekaligus menunjukkan betapa perbedaan suatu agama tidak menjadi sebuah sekat dalam keluarga.
“Rudi yang setiap hari mengaji, mendengar petuah gurunya Saiful Islam di pondok dan ia juga mengerti betul pentingnya akhlak terhadap orangtua meski berbeda Agama,” imbuh Wahab yang menjadi salah seorang pengajar di pondok Payage tersebut.
Dari kisah ini, seharusnya manusia belajar bahwa sudah sepatutnya seseorang menjunjung tinggi rasa kemanusiaan dan persaudaraan yang lebih mendalam dan lebih mendasar dibandingkan kepentingan apapun.
Sebab rasa kemanusiaan harusnya tidak dibatasi oleh baju luar dan sekat-sekat primordial seperti agama, suku, ras, bahasa, jenis kelamin, dan sebagainya.
Tak jarang perbedaan tersebut sampai mengakibatkan bentrok bahkan menimbulkan korban nyawa melayang.
Namun kisah keharmonisan cinta dan kasih sayang seorang ayah dari Papua ini, harusnya bisa membantah bahwa perbedaan agama dan kepercayaan adalah pemicu perdebatan dan konflik antar penganutnya. Karena oleh agama apapun, perpecahan dan perkelahian memang tidak pernah dibenarkan.
Kisah ini diceritakan oleh Abdul Wahab, salah seorang pemuda yang saat ini sedang menjalani pengabdian di Papua, sebagai salah seorang pengajar agama.
Ia menceritakan di tempat tinggalnya saat ini. Ada sebuah potret keharmonisan yang luar biasa, antara orangtua dan anak yang berbeda agama dan keyakinan.
Anak kecil tersebut ialah Rudi, seorang bocah kecil yang memilih untuk memeluk agama Islam, padahal ayah Rudi merupakan umat beragama Kristen.
Kendati berbeda keyakinan, ayah Rudi tak mempermasalahkannya, ia tetap menyayangi anaknya sebagaimana mestinya seorang ayah menyayangi anaknya.
“Meski beda agama keharmonisan anak dan orangtua di Papua ini tidak sedikitpun menimbulkan sebuah masalah dalam kehidupan sehari,”ujar Wahab menceritakan kisah tersebut di akun sosial medianya, seperti dikutip brilio.net, Senin (18/4).
Tak hanya diperbolehkan memeluk agama yang berlainan dengan ayahnya, bahkan Rudi juga diizinkan oleh ayahnya untuk menimba ilmu agama Islam di Pondok Pesantren Al Payage, salah satu pondok pesantren di tanah Papua.
Tentu saja potret seperti ini jelas menohok orang-orang yang selalu menyebar fitnah dan perpecahan atas nama agama.
Kisah ini sekaligus menunjukkan betapa perbedaan suatu agama tidak menjadi sebuah sekat dalam keluarga.
“Rudi yang setiap hari mengaji, mendengar petuah gurunya Saiful Islam di pondok dan ia juga mengerti betul pentingnya akhlak terhadap orangtua meski berbeda Agama,” imbuh Wahab yang menjadi salah seorang pengajar di pondok Payage tersebut.
Dari kisah ini, seharusnya manusia belajar bahwa sudah sepatutnya seseorang menjunjung tinggi rasa kemanusiaan dan persaudaraan yang lebih mendalam dan lebih mendasar dibandingkan kepentingan apapun.
Sebab rasa kemanusiaan harusnya tidak dibatasi oleh baju luar dan sekat-sekat primordial seperti agama, suku, ras, bahasa, jenis kelamin, dan sebagainya.