Jadi Ibu Itu Bukan Hal Mudah, Karena Itu Hadiahnya Surga. Kalau Jadi Ibu Itu Mudah, Mungkin Hadiahnya Pulsa!
Senin, 15 Oktober 2018
Saat mual muntah tak berdaya di hamil muda, padahal sudah menahan diri untuk tak makan suka-suka, lalu ada yang datang dan berkata, “Aku sih dulu pas hamil strong banget tuh, gak ngidam, gak macem-macem, gak manja.”
Seketika itu, aku merasa menjadi calon ibu yang gagal.
lSaat sakit pinggang tak terelakkan di hamil tua, padahal sudah membaca tips-tips senam kehamilan, lalu ada yang datang dan berkata, “Aku sih dulu hamil udah 9 bulan juga masih sanggup bolak-balik naik motor, masih kerja sana-sini, ngerjain ini itu. Jangan dibawa malas, nanti anaknya malas.”
Seketika itu, aku merasa menjadi calon ibu yang gagal.
Saat terbaring lemas, sesaat setelah melahirkan sang bayi dengan normal dan penuh perjuangan, lalu ada yang datang dan berkata, “Jangan tiduran aja, kaki gak boleh ditekuk, aku sih dulu abis lahiran langsung bisa naik turun tangga.”
Seketika itu, aku merasa menjadi ibu yang gagal.
Saat berbahagia setiap pagi menjemur sang bayi di depan rumah, lalu ada yang datang dan berkata, “Kok bayinya kuning, ASInya kurang kali ya? Kok kepalanya lonjong, ngedennya gak kuat kali ya? Itu bulu matanya digunting aja dulu, biar nantinya gak pendek gitu.”
Seketika itu, aku merasa menjadi ibu yang gagal.
Saat bayiku beranjak besar, aku titah berjalan tiada bosan, lalu ada yang datang dan berkata, “Ehh kok belum bisa jalan, umurnya udah setahun kan yaa?”
Seketika itu, aku merasa menjadi ibu yang gagal.
Saat ku ajak bawa anakku bepergian, lalu ada yang datang dan berkata, “Kok masih pakai diapers, emang umurnya berapa? Anak-anakku mah dulu umur setahun juga udah pada mandiri.”
Seketika itu, aku merasa menjadi ibu yang gagal.
Saat ibu lain sedang memperkenalkan balitanya dengan capaian surat pendek mereka, sedang anakku menyebut basmallah saja belum sempurna.
Seketika itu, aku merasa menjadi ibu yang gagal.
Saat hati berbunga karena Allah mengkaruniakan kehamilan lagi, lalu ada yang datang dan berkata, “Kebobolan yaa? Kasihan kakaknya masih kecil.”
Seketika itu, aku merasa menjadi ibu yang gagal.
Kita hidup di Indonesia.
Ah, bukan-bukan. Bukan salah Indonesia, karena Islam telah mengatur adab soal ini,
“Berkata yang baik, atau diam”
Dalam bab ini kita bisa uraikan,
Berkatalah yang dapat menyenangkan hati orang lain, terutama di saat-saat ‘paling membutuhkan’ rasa empati, karena tidak semua orang membutuhkan kritik & saran waktu itu, bisa jadi, yang ia butuhkan ‘hanya’ merasa dipahami.
Agar tak hilang rasa syukurnya atas nikmat ketentuan Allah.
Agar tak hilang sabarnya, hanya karena pandangan yang tak mengerti apa-itu-empati.
Sekali lagi, karena menjadi ibu bukanlah hal yang mudah, tidak seperti kata orang-orang yang sedang mengecilkan peran muliamu.
Kelak Allah hadiahi surga.
Kalau menjadi ibu itu mudah, mungkin hadiahnya cuma voucher pulsa.
Penulis dan sumber : Indira Pitaloka,momonganak
Seketika itu, aku merasa menjadi calon ibu yang gagal.
lSaat sakit pinggang tak terelakkan di hamil tua, padahal sudah membaca tips-tips senam kehamilan, lalu ada yang datang dan berkata, “Aku sih dulu hamil udah 9 bulan juga masih sanggup bolak-balik naik motor, masih kerja sana-sini, ngerjain ini itu. Jangan dibawa malas, nanti anaknya malas.”
Seketika itu, aku merasa menjadi calon ibu yang gagal.
Saat terbaring lemas, sesaat setelah melahirkan sang bayi dengan normal dan penuh perjuangan, lalu ada yang datang dan berkata, “Jangan tiduran aja, kaki gak boleh ditekuk, aku sih dulu abis lahiran langsung bisa naik turun tangga.”
Seketika itu, aku merasa menjadi ibu yang gagal.
Saat berbahagia setiap pagi menjemur sang bayi di depan rumah, lalu ada yang datang dan berkata, “Kok bayinya kuning, ASInya kurang kali ya? Kok kepalanya lonjong, ngedennya gak kuat kali ya? Itu bulu matanya digunting aja dulu, biar nantinya gak pendek gitu.”
Seketika itu, aku merasa menjadi ibu yang gagal.
Saat bayiku beranjak besar, aku titah berjalan tiada bosan, lalu ada yang datang dan berkata, “Ehh kok belum bisa jalan, umurnya udah setahun kan yaa?”
Seketika itu, aku merasa menjadi ibu yang gagal.
Saat ku ajak bawa anakku bepergian, lalu ada yang datang dan berkata, “Kok masih pakai diapers, emang umurnya berapa? Anak-anakku mah dulu umur setahun juga udah pada mandiri.”
Seketika itu, aku merasa menjadi ibu yang gagal.
Saat ibu lain sedang memperkenalkan balitanya dengan capaian surat pendek mereka, sedang anakku menyebut basmallah saja belum sempurna.
Seketika itu, aku merasa menjadi ibu yang gagal.
Saat hati berbunga karena Allah mengkaruniakan kehamilan lagi, lalu ada yang datang dan berkata, “Kebobolan yaa? Kasihan kakaknya masih kecil.”
Seketika itu, aku merasa menjadi ibu yang gagal.
Kita hidup di Indonesia.
Ah, bukan-bukan. Bukan salah Indonesia, karena Islam telah mengatur adab soal ini,
“Berkata yang baik, atau diam”
Dalam bab ini kita bisa uraikan,
Berkatalah yang dapat menyenangkan hati orang lain, terutama di saat-saat ‘paling membutuhkan’ rasa empati, karena tidak semua orang membutuhkan kritik & saran waktu itu, bisa jadi, yang ia butuhkan ‘hanya’ merasa dipahami.
Agar tak hilang rasa syukurnya atas nikmat ketentuan Allah.
Agar tak hilang sabarnya, hanya karena pandangan yang tak mengerti apa-itu-empati.
Sekali lagi, karena menjadi ibu bukanlah hal yang mudah, tidak seperti kata orang-orang yang sedang mengecilkan peran muliamu.
Kelak Allah hadiahi surga.
Kalau menjadi ibu itu mudah, mungkin hadiahnya cuma voucher pulsa.
Penulis dan sumber : Indira Pitaloka,momonganak